Laman

Rabu, 06 Mei 2015

Seputih Cinta Putri 3

 Ingin tahu kisah Awal  Novel di blog Lautan Indonesia :

 Prolog

 Seputih Cinta Putri 1

Seputih Cinta Putri 2 

Episode Sebelumnya

Seputih Cinta Putri 3 part 1

***
Kelanjutan Seputih Cinta Putri 3 part 2


Kamarnya terlihat sepi. Perlahan, Putri memutar gagang pintu yang terbuat dari kuningan yang berpillin. Ah! Tidak terkunci? Sembrono sekali...
Menyadari di dalamnya terdapat barang yang berguna, putranya tidak takut tercuri. Padahal kalau kehilangan seluruh penghuni rumah merasa terintimidasi. Bagaimana tidak! Hanya sebuah kepingan plastik dengan tempelan garis-garis logam sudah membuat putranya kalang kabut sewaktu memulai skripsinya, dulu. Katanya itu berisi beragam file yang serupa dengan tumpukan lembaran dokumen. Jaman kemajuan bikin semua serba praktis tapi riskan juga kalau sudah hilang. Ternyata, putranya menyiapkan back-up dokumen. Hah! Putri sadar dengan dirinya yang gaptek. Untuk belajar ngirim email saja, bikin Rifki keponakannya begadang sepekan lamanya. Putri lebih mengandalkan kekuatan sillaturakhim secara langsung dan nyata lalu menyerahkan koneksi dunia maya pada  putranya. Bergerak seiring kemajuan teknologi agar tidak ketinggalan zaman.
Matanya masih menelusuri ruangan luas yang rapi meski penuh dengan jejalan pigura disana-sini.  Kesukaan sedari kecil masih ditekuni putranya hingga kini. Diantaranya terlego dengan harga puluhan juta  di pameran seni. Goresan yang dirasakannya makin halus dan tersamar menilik catatan tanggal pembuatan yang tak lupa disertakan di pojok kiri bawah membersamai bubuhan tanda tangan.
Putranya memilih menyamarkan bentuk    makhluk  karena    ingin selalu bersama Malaikat Rakhman. Pemahaman yang membuatnya menjadi terbebas dari pemujaan terhadap makhluk. Bahwa yang patut diabadikan dan disembah hanyalah Yang Maha Esa.

Ada lukisan besar yang diselubungi kain tipis berwarna putih. Perlahan Putri membuka selubung tersebut. Putri seperti mengenal sketsa wajah yang terbentuk dari gradasi warna biru dan putih itu. Seketika kejadian tadi terlintas. Gadis belia yang sedang membatik...

''Olivia punya pacar?"
Yang ditanya diam, memandang paras cantik meski umurnya seusia mamanya. Olivia meletakkan cantingnya dan merunut goresan yang tertinggal pada kain putih di depannya. Sepertinya gadis itu tidak sedang mengamati hasil goresan batiknya tapi termenung.
"Oh, maaf! Pertanyaan Putri mengganggumu, ya? Tidak usah dijawab kalau kamu keberatan!"

"Sebenarnya... saya sedang galau memikirkan pacar! [Putri yang didepannya mengernyitkan alis] Oh, maksud saya tentang hubungan pacar itu rancu menurut saya! E.. e..  belum ada ikatan apapun.. dan statusnya dalam hubungan keluarga juga tidak jelas... hanya kenalan dekat?  Atau teman yang begitu dekat? Ehm.."

"Lelaki yang baik itu pasti bertanggungjawab atas segala tindakannya termasuk wanita yang dicintainya.. Tentu dengan mengetuk pintu rumahnya untuk minta restu pada walinya! Lelaki sejati berani bertanggungjawab sepenuhnya dengan menikahi wanita pilihannya bukan sekedar digunakan sepuasnya saja!"

Olivia menggigit bibir, ia sadar keseriusan Malik yang meminta bertemu dengan orangtuanya. Tapi, Olivia malah semakin berat menegaskan hubungannya dengan malik. Ada rasa tidak rela untuk hidup bersama Malik dalam sebuah pernikahan. Ada yang mengganjal di hatinya dan ia merasa tersiksa karenanya. Simpul tanya yang tidak bisa ia uraikan sendiri hingga membuatnya menghindar dari Malik.

Bersama Putri, Olivia mempelajari ilmu agama yang membuat hatinya semakin tertarik. Ikatan yang menguat lalu memutuskan menjadi mualaf dengan bantuan  Ustadzah Syifa, salah seorang pengisi kajian di rumah keluarga Putri. dari pengenalan pada Islam itulah, Olivia mengetahui bahwa pacaran merupakan pintu maksiat. Pacaran membuka peluang melakukan dosa. Dan dosa jika dilakukan terus-menerus akan menjadi kebiasaan. Dan kebiasaan buruk itu lama-lama akan menjadi tabiat. Sungguh, Olivia tidak ingin punya tabiat buruk termasuk berpacaran. Mangkanya ia berusaha meluruskan hubungannya kembali dengan Malik yang dikenalnya juga beragama Islam.


Ah, kenapa ia jadi teringat gadis riang itu? Pagi tadi ia dan Olivia berbincang masalah pribadi tersebut dan sekarang, di kamar putranya menemukan skeetsa yang mirip Olivia? Tapi benarkah sketsa lukisan itu adalah Olivia? Putri mulai menerka-nerka apa hubungan gadis berparas indah tersebut dengan putranya. Tiba-tiba tersadar belum pernah melihat dengan mata kepala sendiri putranya bertemu dengan Olivia. Selama ini Putri merasa ada kedekatan dengan Olivia. Ia  mulai menimbang-nimbang nilai Olivia bila dijadikan calon menantu sampai ia mendapati lukisannya di kamar putranya. Putri mencoba memahami dan menyerahkan sepenuhnya pada Yang Menentukan Taqdir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar