Minggu, 23 Agustus 2015

Dalam Diary Cinta

 Theme song saat membuat catatan yang dilombakan ini adalah nasyidnya Zero berjudul 'Gadis Ayu'
@_@ jadi ge-er kalau ndengerin senandung itu. Tapi menngapa senandung yang kusertakan disini malah dari Kang Abay yang berjudul 'Galau Ku Pada-MU'?
 Soalnya ketika kisah ini jadi الحمدللله  sudah nyadar kalau 'ikhlas' itu merupakan riyadhah'[=latihan] bukan perasaan... Memaklumi kondisi hati yang berbolak-balik antara keimanan dengan keingkaran...
Bahwa cinta itu penderitaan yang berat. Beban itu akan ringan bila dikembalikan pada pemiliknya.. Siapa pemilik cinta itu? Tentu saja yang Maha Rakhmaan dan Maha Rakhiim.. Dialah ALLAH Sang Pemilik Cinta Sejati. Yakin kalau cinta itu bermuara pada-NYA maka kekal cinta kita. Tidak sebatas memiliki yang kita cinta padahal sebenarnya bukan milik kita[eh???!]
Atas karunia-NYA dapat memahami bahwa  cinta bukan sekedar kata-kata tapi juga rasa bahagianya orang yang kita cinta saat bersanding dengan seseorang. Dan seseorang itu bukan kita. Bila sakit hati karena hal tersebut, pastilah bukan cinta yang kita agung-agungkan itu karena kita sendiri yang telah salah menyikapi bentuk cinta dalam makna dan capaiannya yang berbeda...
Satukan makna dalam bentuk dan capaian yang berpadu!!!... 
Banyak kemungkinan dalam menemukannya...
Pastikan Cinta ALLAH jawabannya!!!...

***

Copas dari Catatan di akun facebook punyaku --> Catatan YouandWe

‘Akankah  Senandung Cinta ini terngiang jua di sanubarimu?’

Daniyya memulai catatannya. Sejenak, ia  mengumpulkan  keping-keping ingatannya menembus batas ruang waktu.
Berharap bunga rampai yang tercecer  itu terangkai kembali diatas jambangan untuk menghiasi  rona hidupnya  dalam penantian panjangnya. Sesekali termenung  dan sekilas kemudian seleret senyum tersungging di bibirnya yang mampu menghapus kerutan di keningnya.

Dunia  remaja memang indah, penuh harapan dan lambungan cita-cita, juga mulai mengenal cinta. Daniyya remaja tak kalah semangatnya. Daniyya menginginkan kisah cintanya seindah jalinan cerita roman sepanjang masa. Alangkah bahagia menjadi Cinderella dan betapa senangnya jadi seorang Putri Salju penuh ketulusan cinta. Imajinasinya seakan terbang bebas tanpa kekangan. Sayang, pengenalannya terhadap teman-teman cowoknya membuatnya berpikir seribu kali untuk mengenal lebih dekat dengan mereka. Ketika masih  di Sekolah Dasar, wali murid ada yang memberlakukan satu bangku terdiri dari  murid laki-laki dan perempuan. Nasib Daniyya, teman sebangkunya anaknya bertubuh bongsor  dan perangainya galak. Sering ia mendapat perlakuan kasar dari temen sebangkunya itu hingga membuatnya melewatkan materi pelajaran begitu saja sebab buku paketnya diambil paksa atau kalau kebetulan tidak punya, temen sebangkunya itu tidak mau berbagi. Itupun ia masih dapat ancaman bila guru yang mengajar mereka sampai tahu kelakuannya yang ternyata suka nyontek juga. Teman lain pernah melemparinya dengan batu di arah kepala yang membuatnya pening, meski sembunyi ia yakin yang melemparinya pasti teman cowoknya. Ada juga temannya yang jail menyakitinya dengan jepretan karet hingga kulitnya terasa pedih sekali. Daniyya merasa lemah dan takut untuk melawan membiarkan saja perlakuan mereka tanpa membalas. Kalaupun mengadu, Daniyya tidak mengatakan siapa pelakunya meski ia tahu karena takut akan mendapat perlakuan yang lebih semena-mena.

Masuk kelas tujuh hatinya serasa ditetesi embun di tengah matahari terik. Walaupun bukan pada pandangan pertama, Daniyya terpesona dengan sosok pangeran yang diimpikannya  *Pangeran tampan berkuda putih? Ah, Bukan sama persis seperti dongeng! Bukan! Bagi Daniyya, pangeran idamannya itu seorang yang cerdas, berwibawa, dan bersahaja. Kesannya mendalam semenjak  mendengar jawabanmya  saat guru pengajar bertanya pada siswa tentang  tokoh idola. Hanung, begitu ia disapa, spontan menjawab ‘Rasulullah SAW’.
Sungguh beda dengan jawaban siswa-siswa lain termasuk dirinya sendiri yang notabene menyukai para pahlawan atau artis. Keheranan itu menjadi salah satu pendorongnya untuk ingin mengetahui alasannya, mengapa. Karenanya, Daniyya jadi lebih rajin mengaji, apalagi mengetahui bahwa ternyata Murobbi mereka sama. Makin respek Daniyya yang belum menginjak juz kesepuluh sedang Hanung ternyata telah meng-khatamkan Al Qur’an-nya. Di sekolah sebagai ketua kelas maupun OSIS, Hanung tidak malu membawa dan mempersiapkan sendiri peralatan-peralatan praktek bikin segan yang lain untuk *lambeyan  tangan.

 Tapi, sifat Daniyya yang tertutup dan pemalu hanya bisa menyimpan rasa yang mulai tumbuh itu jauh dalam relung hatinya. Ia hanya mengamati sikap Hanung yang perhatian dengan semua teman perempuan tanpa membeda-beda mengingatkannya pada tokoh Yoko dalam cerita silat mandarin yang sedang booming  ‘Return of the Condor Heroes’. Yoko suka menolong dan perhatian dengan semua wanita namun hanya satu yang dicintai yang tak lain adalah gurunya sendiri, Siaw Liong Lie. Lalu, siapa gadis yang dipilih Hanung itu?  Bertanya secara terang-terangan pada yang bersangkutan, ya, mana mungkin! Setiap kali Daniyya harus menahan hati melihat tatapan Hanung pada temen-temen siswinya. Namun, dia sendiri menjadi acuh bila Hanung tengah memandanginya. Sikapnya selalu sama jika berhadapan dengan cewek lain, sih *pikir Daniyya risau.
Dalam menanggapi ketidakpastian itu, ada juga satu dua cowok yang berusaha pedekate.   Sikap mereka yang terang-terangan bilang bahwa telah menyukainya malah membuatnya geregetan. Bagai dihantam deburan ombak disertai prahara, perasaannya berkecamuk. Kenapa, sih, justru mereka yang membuat pernyataan? Bukannya ‘dia‘? Keluhnya pada dirinya sendiri. Saking bingungnya mengatasi kekesalannya dan tidak tahu harus menumpahkannya pada siapa, ia membangun benteng tinggi-tinggi terhadap kaum Adam itu.  Setiap pujian dan perhatian mereka tak ubahnya kitaran lalat yang  mengganggunya.

 Daniyya makin menjaga jarak dengan makhluk yang namanya laki-laki. Tanggapannya sedemikian mengingat Wanda yang terkenal bintang kelas itu tergila-gila dengan kakak kelasnya, Bagas. Wanda benar-benar menjaga kesetiaannya pada Bagas yang ternyata memacari kakaknya sendiri. Wanda menutup mata tentang perilaku Bagas yang juga punya kekasih lain sekolah bahkan akan menikah. Di satu sisi karena rasa sayang tapi di sisi lain kesetiaan itu takkan ada artinya tanpa ikatan yang berlaku. Bahwa memiliki pacar adalah satu bentuk prestasi hanya alasan kabur untuk melegalkan tindakan asusila yang jauh dari kehidupan beradab. Bagaimanapun, pacaran atau hubungan tanpa status yang jelas adalah bo‘ong belaka. Bila terjadi sesuatu justru pihak wanitalah yang dirugikan. Daniyya menyadari hal itu maka lebih  baik baginya berusaha menjaga diri. Ia nggak peduli dikatain ‘Kurang Gaul’.

Untuk beberapa jenak berhasil meredam gejolak, singgungan terjadi di luar kehendaknya. Waktu itu sepulang sekolah Daniyya melenggang seenaknya dengan sahabat karibnya, Arum. Mereka berjalan beriringan bersama kawan-kawan yang lain.
”Kalau berjalan tuh arahnya ke dalam. Lihat! Kayak gitu!  Cara jalannya bagus. Sayang, jalannya nggak bisa cepet!“
Celetukan cowok di belakangnya bikin  kuping Daniyya panas. Jelas, ia kenal suara itu milik siapa, bernada berat dan berkharisma. Cowok itu sedang membicarakannya. Ugh, tanpa menoleh Daniyya  melangkah tergesa-gesa melampaui rombongan di depannya. Nggak peduli Arum mengikutinya apa tidak. Mau pake jurus langkah bebek apa itik biar kata ayahnya yang terbaik  langkah ayam. Bodo!..

Belum rasa sakit hatinya mereda, dari penuturan Arum, Daniyya dapat informasi kalau Hanung ternyata sudah punya pacar. Orangnya cantik, tinggi, putih, dari kalangan eksklusif  *[satu istilah untuk kumpulan anak orang kaya]. Arum mengatakannya tanpa beban, pastinya tidak tahu apa yang tengah bergejolak di hati kawannya.
Tanpa ekspresi, Daniyya seolah tidak punya kepentingan sama sekali kecuali guratan rasa ingin tahu layaknya mendengar gosip menarik di infotainment. Tetapi tetep ia mencoba mencari tahu kebenaran tentang berita itu. Mungkin mereka dicomblangin, Daniyya menarik kesimpulan memperhatikan momen saat mereka sedang berdekatan. Mereka terlihat canggung. Selanjutnya, Daniyya merasa tidak peduli dengan urusan mereka.

Yang namanya cinta bak rumpun mawar, dipangkas habis pun akan bersemi kembali. Getaran itu pula yang mengguncang kalbu Daniyya. Tak disangka, yang ingin disingkirkan jauh-jauh dari hatinya malah hadir lagi. Selesai membawakan lagu bertema bebas dari seorang diva Indonesia yang sedang merintis karirnya,  KD. Maksud hati ingin tampil beda dengan lagu hit yang belum dikenal siswa lain malah gagal menyanyikannya karena gugup. Sifat pemalunya nggak bisa diajak kompromi sampai Tiar yang ditugaskan mengiringi terbengong-bengong karena belum kenal lagu itu.
Bagaimanapun, ia merasakan sesuatu dengan lagu itu. Ia keluar dari ruang ujian. Was-was  dengan nilai pada bidang seninya anjlok. 
Permainan serulingnya  dengan lagu ‘Tanah Airku Indonesia‘ juga belepotan. Padahal, di rumah dia sudah 
bermain dengan fasih. Justru, di hadapan guru dan teman-temannya, jarinya gemetaran memainkan nada.

Ya, TUHAN!

Sekali lagi Daniyya berdesah. Selain karena kesedihan juga akibat keterkejutannya menyadari kehadiran seseorang yang berdiri beberapa langkah di hadapannya dekat jendela, di sisi lain dari ruangan yang baru ditinggalkannya.
Ngapain dia berdiri disitu?
Apa dia tahu apa yang terjadi padaku tadi?
Antara malu, kecewa, benci, dan entah rasa apa lagi membuat langkahnya terhenti.
Pandangan Hanung memang hanya tertuju padanya.
Nafas Daniyya terasa sesak, pandangan itu sukar dilukiskan dengan kata-kata.
Dunia seakan berhenti berputar dalam kediaman mereka. Perlahan Daniyya menunduk, menilai dirinya sendiri.
Akankah aku bergeser surut atau menghambur menyongsongnya?
Tak ada selain mereka berdua di sepanjang koridor itu.
Pantaskah aku bersama Hanung dengan segala kelebihannya?
Aku masih terlalu kecil untuk memikirkan tentang hubungan sebagaimana dua orang dewasa.

Tidak!

Sekonyong-konyong teringat lagu Anggun yang diantara liriknya #.. ternyata memang masih kecil..# Daniyya tidak tahan lagi langsung membalikkan tubuhnya menuruni tangga dan menjauh dari tempatnya berdiri tadi. Pulang!

#... Di  lembar putih ini kutuangkan semua
Perasaanku  tentang diriku cintaku
Pada dirimu … #

Lagu itu dinyanyikan dengan apik oleh adik kelas berbakat sebagai persembahan  kepada kakak-kakak kelas dalam acara perpisahan. Mungkin hanya Daniyya yang tersentuh mendengar lagu itu. Daniyya menyimpan persoalan itu rapat-rapat. Ia tidak mau orang lain dapat menerka apa yang tengah berkecamuk di hatinya. Ia mendengar dan menyaksikannya seperti persembahan-persembahan yang lain. Dia tidak menghiraukan sepasang mata tengah memperhatikannya dengan seksama dalam pakaian adat Jawa, di tempat khusus sebagai tanda bahwa Hanung adalah salah satu dari kelima siswa kelas 9 yang mendapatkan  NEM tertinggi.

Jalan yang akan mereka lalui terbentang panjang. Masih banyak yang harus mereka raih. Hanung pasti akan dapat mewujudkan harapan orangtuanya. Dan Daniyya tak menyesali keputusannya.

Daniyya mengakhiri catatannya dengan satu pertanyaan yang masih membelit dalam benaknya, apakah perasaannya itu cinta atau hanya sekedar kekaguman semata? Mungkin selama ini tak terucapkan lisan namun ungkapannya mengukir relung-relung indah di dinding hatinya...

***


*<lambeyan: tak="" membawa="" atau="" melakukan="" apapun="" ayunan="" tangan="" saat="" melangkah=""></lambeyan:>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar