Theme song saat membuat catatan yang dilombakan ini adalah nasyidnya Zero berjudul 'Gadis Ayu'
@_@ jadi ge-er kalau ndengerin senandung itu. Tapi menngapa senandung yang kusertakan disini malah dari Kang Abay yang berjudul 'Galau Ku Pada-MU'?
@_@ jadi ge-er kalau ndengerin senandung itu. Tapi menngapa senandung yang kusertakan disini malah dari Kang Abay yang berjudul 'Galau Ku Pada-MU'?
Soalnya ketika kisah ini jadi الحمدللله sudah nyadar kalau 'ikhlas' itu merupakan riyadhah'[=latihan] bukan perasaan... Memaklumi kondisi hati yang berbolak-balik antara keimanan dengan keingkaran...
Bahwa cinta itu penderitaan yang berat. Beban itu akan ringan bila dikembalikan pada pemiliknya.. Siapa pemilik cinta itu? Tentu saja yang Maha Rakhmaan dan Maha Rakhiim.. Dialah ALLAH Sang Pemilik Cinta Sejati. Yakin kalau cinta itu bermuara pada-NYA maka kekal cinta kita. Tidak sebatas memiliki yang kita cinta padahal sebenarnya bukan milik kita[eh???!]
Atas karunia-NYA dapat memahami bahwa cinta bukan sekedar kata-kata tapi juga rasa bahagianya orang yang kita cinta saat bersanding dengan seseorang. Dan seseorang itu bukan kita. Bila sakit hati karena hal tersebut, pastilah bukan cinta yang kita agung-agungkan itu karena kita sendiri yang telah salah menyikapi bentuk cinta dalam makna dan capaiannya yang berbeda...
Satukan makna dalam bentuk dan capaian yang berpadu!!!...
Banyak kemungkinan dalam menemukannya...
Pastikan Cinta ALLAH jawabannya!!!...
***
Copas dari Catatan di akun facebook punyaku --> Catatan YouandWe
‘Akankah Senandung Cinta ini terngiang jua di sanubarimu?’
Daniyya memulai catatannya. Sejenak, ia mengumpulkan keping-keping
ingatannya menembus batas ruang waktu.
Berharap bunga rampai yang tercecer itu terangkai kembali diatas jambangan untuk menghiasi rona hidupnya dalam penantian panjangnya. Sesekali termenung dan sekilas kemudian seleret senyum tersungging di bibirnya yang mampu menghapus kerutan di keningnya.
Berharap bunga rampai yang tercecer itu terangkai kembali diatas jambangan untuk menghiasi rona hidupnya dalam penantian panjangnya. Sesekali termenung dan sekilas kemudian seleret senyum tersungging di bibirnya yang mampu menghapus kerutan di keningnya.
Dunia remaja memang indah, penuh harapan dan lambungan cita-cita,
juga mulai mengenal cinta. Daniyya remaja tak kalah semangatnya. Daniyya
menginginkan kisah cintanya seindah jalinan cerita roman sepanjang
masa. Alangkah bahagia menjadi Cinderella dan betapa senangnya jadi
seorang Putri Salju penuh ketulusan cinta. Imajinasinya seakan terbang
bebas tanpa kekangan. Sayang, pengenalannya terhadap teman-teman
cowoknya membuatnya berpikir seribu kali untuk mengenal lebih dekat
dengan mereka. Ketika masih di Sekolah Dasar, wali murid ada yang
memberlakukan satu bangku terdiri dari murid laki-laki dan perempuan.
Nasib Daniyya, teman sebangkunya anaknya bertubuh bongsor dan
perangainya galak. Sering ia mendapat perlakuan kasar dari temen
sebangkunya itu hingga membuatnya melewatkan materi pelajaran begitu
saja sebab buku paketnya diambil paksa atau kalau kebetulan tidak punya,
temen sebangkunya itu tidak mau berbagi. Itupun ia masih dapat ancaman
bila guru yang mengajar mereka sampai tahu kelakuannya yang ternyata
suka nyontek juga. Teman lain pernah melemparinya dengan batu di arah
kepala yang membuatnya pening, meski sembunyi ia yakin yang melemparinya
pasti teman cowoknya. Ada juga temannya yang jail menyakitinya dengan
jepretan karet hingga kulitnya terasa pedih sekali. Daniyya merasa lemah
dan takut untuk melawan membiarkan saja perlakuan mereka tanpa
membalas. Kalaupun mengadu, Daniyya tidak mengatakan siapa pelakunya
meski ia tahu karena takut akan mendapat perlakuan yang lebih
semena-mena.
Masuk kelas tujuh hatinya serasa ditetesi embun di tengah matahari
terik. Walaupun bukan pada pandangan pertama, Daniyya terpesona dengan
sosok pangeran yang diimpikannya *Pangeran tampan berkuda putih? Ah,
Bukan sama persis seperti dongeng! Bukan! Bagi Daniyya, pangeran
idamannya itu seorang yang cerdas, berwibawa, dan bersahaja. Kesannya
mendalam semenjak mendengar jawabanmya saat guru pengajar bertanya
pada siswa tentang tokoh idola. Hanung, begitu ia disapa, spontan
menjawab ‘Rasulullah SAW’.
Sungguh beda dengan jawaban siswa-siswa lain termasuk dirinya sendiri
yang notabene menyukai para pahlawan atau artis. Keheranan itu menjadi
salah satu pendorongnya untuk ingin mengetahui alasannya, mengapa.
Karenanya, Daniyya jadi lebih rajin mengaji, apalagi mengetahui bahwa
ternyata Murobbi mereka sama. Makin respek Daniyya yang belum menginjak
juz kesepuluh sedang Hanung ternyata telah meng-khatamkan Al Qur’an-nya.
Di sekolah sebagai ketua kelas maupun OSIS, Hanung tidak malu membawa
dan mempersiapkan sendiri peralatan-peralatan praktek bikin segan yang
lain untuk *lambeyan tangan.
Tapi, sifat Daniyya yang tertutup dan pemalu hanya bisa menyimpan
rasa yang mulai tumbuh itu jauh dalam relung hatinya. Ia hanya mengamati
sikap Hanung yang perhatian dengan semua teman perempuan tanpa
membeda-beda mengingatkannya pada tokoh Yoko dalam cerita silat mandarin
yang sedang booming ‘Return of the Condor Heroes’. Yoko suka
menolong dan perhatian dengan semua wanita namun hanya satu yang
dicintai yang tak lain adalah gurunya sendiri, Siaw Liong Lie. Lalu,
siapa gadis yang dipilih Hanung itu? Bertanya secara terang-terangan
pada yang bersangkutan, ya, mana mungkin! Setiap kali Daniyya harus
menahan hati melihat tatapan Hanung pada temen-temen siswinya. Namun,
dia sendiri menjadi acuh bila Hanung tengah memandanginya. Sikapnya
selalu sama jika berhadapan dengan cewek lain, sih *pikir Daniyya risau.
Dalam menanggapi ketidakpastian itu, ada juga satu dua cowok yang
berusaha pedekate. Sikap mereka yang terang-terangan bilang bahwa
telah menyukainya malah membuatnya geregetan. Bagai dihantam deburan
ombak disertai prahara, perasaannya berkecamuk. Kenapa, sih, justru
mereka yang membuat pernyataan? Bukannya ‘dia‘? Keluhnya pada dirinya
sendiri. Saking bingungnya mengatasi kekesalannya dan tidak tahu harus
menumpahkannya pada siapa, ia membangun benteng tinggi-tinggi terhadap
kaum Adam itu. Setiap pujian dan perhatian mereka tak ubahnya kitaran
lalat yang mengganggunya.
Daniyya makin menjaga jarak dengan makhluk yang namanya laki-laki.
Tanggapannya sedemikian mengingat Wanda yang terkenal bintang kelas itu
tergila-gila dengan kakak kelasnya, Bagas. Wanda benar-benar menjaga
kesetiaannya pada Bagas yang ternyata memacari kakaknya sendiri. Wanda
menutup mata tentang perilaku Bagas yang juga punya kekasih lain sekolah
bahkan akan menikah. Di satu sisi karena rasa sayang tapi di sisi lain
kesetiaan itu takkan ada artinya tanpa ikatan yang berlaku. Bahwa
memiliki pacar adalah satu bentuk prestasi hanya alasan kabur untuk
melegalkan tindakan asusila yang jauh dari kehidupan beradab.
Bagaimanapun, pacaran atau hubungan tanpa status yang jelas adalah
bo‘ong belaka. Bila terjadi sesuatu justru pihak wanitalah yang
dirugikan. Daniyya menyadari hal itu maka lebih baik baginya berusaha
menjaga diri. Ia nggak peduli dikatain ‘Kurang Gaul’.
Untuk beberapa jenak berhasil meredam gejolak, singgungan terjadi di
luar kehendaknya. Waktu itu sepulang sekolah Daniyya melenggang
seenaknya dengan sahabat karibnya, Arum. Mereka berjalan beriringan
bersama kawan-kawan yang lain.
”Kalau berjalan tuh arahnya ke dalam. Lihat! Kayak gitu! Cara jalannya bagus. Sayang, jalannya nggak bisa cepet!“
Celetukan cowok di belakangnya bikin kuping Daniyya panas. Jelas, ia
kenal suara itu milik siapa, bernada berat dan berkharisma. Cowok itu
sedang membicarakannya. Ugh, tanpa menoleh Daniyya melangkah
tergesa-gesa melampaui rombongan di depannya. Nggak peduli Arum
mengikutinya apa tidak. Mau pake jurus langkah bebek apa itik biar kata
ayahnya yang terbaik langkah ayam. Bodo!..
Belum rasa sakit hatinya mereda, dari penuturan Arum, Daniyya dapat
informasi kalau Hanung ternyata sudah punya pacar. Orangnya cantik,
tinggi, putih, dari kalangan eksklusif *[satu istilah untuk kumpulan
anak orang kaya]. Arum mengatakannya tanpa beban, pastinya tidak tahu apa
yang tengah bergejolak di hati kawannya.
Tanpa ekspresi, Daniyya seolah
tidak punya kepentingan sama sekali kecuali guratan rasa ingin tahu
layaknya mendengar gosip menarik di infotainment. Tetapi tetep ia
mencoba mencari tahu kebenaran tentang berita itu. Mungkin mereka
dicomblangin, Daniyya menarik kesimpulan memperhatikan momen saat mereka
sedang berdekatan. Mereka terlihat canggung. Selanjutnya, Daniyya
merasa tidak peduli dengan urusan mereka.
Yang namanya cinta bak rumpun mawar, dipangkas habis pun akan bersemi
kembali. Getaran itu pula yang mengguncang kalbu Daniyya. Tak disangka,
yang ingin disingkirkan jauh-jauh dari hatinya malah hadir lagi.
Selesai membawakan lagu bertema bebas dari seorang diva Indonesia yang
sedang merintis karirnya, KD. Maksud hati ingin tampil beda dengan lagu
hit yang belum dikenal siswa lain malah gagal menyanyikannya karena
gugup. Sifat pemalunya nggak bisa diajak kompromi sampai Tiar yang
ditugaskan mengiringi terbengong-bengong karena belum kenal lagu itu.
Bagaimanapun, ia merasakan sesuatu dengan lagu itu. Ia keluar dari
ruang ujian. Was-was dengan nilai pada bidang seninya anjlok.
Permainan
serulingnya dengan lagu ‘Tanah Airku Indonesia‘ juga belepotan.
Padahal, di rumah dia sudah
bermain dengan fasih. Justru, di hadapan
guru dan teman-temannya, jarinya gemetaran memainkan nada.
Ya, TUHAN!
Sekali lagi Daniyya berdesah. Selain karena kesedihan juga akibat
keterkejutannya menyadari kehadiran seseorang yang berdiri beberapa
langkah di hadapannya dekat jendela, di sisi lain dari ruangan yang baru
ditinggalkannya.
Ngapain dia berdiri disitu?
Apa dia tahu apa yang
terjadi padaku tadi?
Antara malu, kecewa, benci, dan entah rasa apa lagi
membuat langkahnya terhenti.
Pandangan Hanung memang hanya tertuju
padanya.
Nafas Daniyya terasa sesak, pandangan itu sukar dilukiskan
dengan kata-kata.
Dunia seakan berhenti berputar dalam kediaman mereka.
Perlahan Daniyya menunduk, menilai dirinya sendiri.
Akankah aku bergeser
surut atau menghambur menyongsongnya?
Tak ada selain mereka berdua di
sepanjang koridor itu.
Pantaskah aku bersama Hanung dengan segala
kelebihannya?
Aku masih terlalu kecil untuk memikirkan tentang hubungan
sebagaimana dua orang dewasa.
Tidak!
Sekonyong-konyong teringat lagu
Anggun yang diantara liriknya #.. ternyata memang masih kecil..# Daniyya
tidak tahan lagi langsung membalikkan tubuhnya menuruni tangga dan
menjauh dari tempatnya berdiri tadi. Pulang!
#... Di lembar putih ini kutuangkan semua
Perasaanku tentang diriku cintaku
Pada dirimu … #
Lagu itu dinyanyikan dengan apik oleh adik kelas berbakat sebagai
persembahan kepada kakak-kakak kelas dalam acara perpisahan. Mungkin
hanya Daniyya yang tersentuh mendengar lagu itu. Daniyya menyimpan
persoalan itu rapat-rapat. Ia tidak mau orang lain dapat menerka apa
yang tengah berkecamuk di hatinya. Ia mendengar dan menyaksikannya
seperti persembahan-persembahan yang lain. Dia tidak menghiraukan
sepasang mata tengah memperhatikannya dengan seksama dalam pakaian adat
Jawa, di tempat khusus sebagai tanda bahwa Hanung adalah salah satu dari
kelima siswa kelas 9 yang mendapatkan NEM tertinggi.
Jalan yang akan
mereka lalui terbentang panjang. Masih banyak yang harus mereka raih.
Hanung pasti akan dapat mewujudkan harapan orangtuanya. Dan Daniyya tak
menyesali keputusannya.
Daniyya mengakhiri catatannya dengan satu pertanyaan yang masih
membelit dalam benaknya, apakah perasaannya itu cinta atau hanya sekedar
kekaguman semata? Mungkin selama ini tak terucapkan lisan namun
ungkapannya mengukir relung-relung indah di dinding hatinya...
***
*<lambeyan: tak="" membawa="" atau="" melakukan="" apapun="" ayunan="" tangan="" saat="" melangkah=""></lambeyan:>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar