Karya
fiksi yang terangkai karena galau dengan nope tanpa nama. Memang,
mulanya aku enggan menyebut nama lengkapku tapi diriku bukan tipe
orang yang suka menyembunyikan identitas [eh?]!? >o<
Pengalaman tak mengenakkan dengan nomer geje alias 'ndak jelas.
Lha wong, nope Presiden saja pake name tag... Mosok mau kenalan malah ngirim tanpa nama?atau cuman mau ngerjain?
orang yang sombong tapi terkesan rendah hati
itu menyebalkan!
Pengalaman tak mengenakkan dengan nomer geje alias 'ndak jelas.
Lha wong, nope Presiden saja pake name tag... Mosok mau kenalan malah ngirim tanpa nama?atau cuman mau ngerjain?
- Sungguh,
orang yang sombong tapi terkesan rendah hati
itu menyebalkan!
'Wis ora cetha tenan?
Nyadar kalo pelupa...
Lha wong, ponakan sendiri aja kadang lupa namanya >_<
jadi mengenal seseorang itu bukan melulu mengingat wajah dan namanya tapi juga mengingat momen atau sesuatu yang berkaitan dengannya...
Nope tanpa nama bikin aku jealous dan akhirnya sering mengabaikan nope-nope geje tersebut... He.. he... aku juga males nanggepin sms atau calling 'nggak penting... Buang-buang waktu, TAU!!!
Nah,
Pas di radio fave-ku lagi ngadain lomba Cerpen Penyejuk Hati 2010[kalau nggk salah] disamping ngirim Lomba Cipta Senandung Penyejuk Hati juga.. Enggak menang, sih.. tapi kegalauanku terobati karena tertuang uneg-unegku dalam cerpen ini.
Lagu tema yang hapening bagiku adalah nasyid evergreen dari Suhaimi bercerita tentang Cinta Siti Zulaikha pada Nabi Yusuf 'AlayhisSalam.. dengan irama padang pasir. Mangkanya cerpen ini menjumput pengaruh dari lirik nasyid Suhaimi itu...
Uneg-uneg mengenai nope geje ini juga tersalurkan dalam blog berjudul 'Menjemput Pelangi' yang menembus 50 besar.
GEMERETAK gigi yang hanya terdengar oleh telinganya sendiri. Disini, udara dingin menyusup merasuk dalam rasa takut. Hambatan ilalang yang tak terasakan menggores kulit tangannya saat menyibak rumput liar tinggi, ramping, sesemampai sosok tubuh yang melewatinya dengan tergesa. Duri pun tak dianggap ikut menelusup diantara kelemahan dan kekuatan. Letih tak dihiraukan meski tapak kakinya terus terayun menerjang gelapnya alas jati. Langkah cepat kadang pula berlari tiada henti menghamburkan nafas tersengal-sengal.
Nyadar kalo pelupa...
Lha wong, ponakan sendiri aja kadang lupa namanya >_<
jadi mengenal seseorang itu bukan melulu mengingat wajah dan namanya tapi juga mengingat momen atau sesuatu yang berkaitan dengannya...
Nope tanpa nama bikin aku jealous dan akhirnya sering mengabaikan nope-nope geje tersebut... He.. he... aku juga males nanggepin sms atau calling 'nggak penting... Buang-buang waktu, TAU!!!
Nah,
Pas di radio fave-ku lagi ngadain lomba Cerpen Penyejuk Hati 2010[kalau nggk salah] disamping ngirim Lomba Cipta Senandung Penyejuk Hati juga.. Enggak menang, sih.. tapi kegalauanku terobati karena tertuang uneg-unegku dalam cerpen ini.
Lagu tema yang hapening bagiku adalah nasyid evergreen dari Suhaimi bercerita tentang Cinta Siti Zulaikha pada Nabi Yusuf 'AlayhisSalam.. dengan irama padang pasir. Mangkanya cerpen ini menjumput pengaruh dari lirik nasyid Suhaimi itu...
Uneg-uneg mengenai nope geje ini juga tersalurkan dalam blog berjudul 'Menjemput Pelangi' yang menembus 50 besar.
***
GEMERETAK gigi yang hanya terdengar oleh telinganya sendiri. Disini, udara dingin menyusup merasuk dalam rasa takut. Hambatan ilalang yang tak terasakan menggores kulit tangannya saat menyibak rumput liar tinggi, ramping, sesemampai sosok tubuh yang melewatinya dengan tergesa. Duri pun tak dianggap ikut menelusup diantara kelemahan dan kekuatan. Letih tak dihiraukan meski tapak kakinya terus terayun menerjang gelapnya alas jati. Langkah cepat kadang pula berlari tiada henti menghamburkan nafas tersengal-sengal.
Menyesal
sekarang tiadalah berguna. Suatu nasehat agar tidak sendirian di tempat
asing sempat diindahkannya. Bukan! Ia mencari, kok! Hanya, tak ada yang
bisa menemani dalam menjalani tugasnya. Namun dalam kesendirian, ia
percaya… ALLAH bersamanya. Sang Bunda pun melepas kepergiannya dengan
berat hati. Dan memberi pesan untuknya agar berhati-hati, menjaga diri.
Tak peduli apa yang telah menimpanya, pokoknya ia harus berlalu.
Tidak
peduli siapa dirinya kini tidak pula mengenali gambaran masa kecilnya
yang indah, dulu. Yang ada di pikirannya sekarang hanyalah bagaimana
berusaha menghindari, menjauh, dan terus meninggalkan semua yang ada
dibelakang sana, meski sendiri, sepi, tidak peduli!...
Dilain
sisi, gemertak geraham penuh amarah memacu. Sampai tak tersadar
keresahan hati yang menjelma dendam. Segala hikmah hanya dianggap
tantangan yang menimbulkan gejolak kemarahan. Sasaran di depan sana
berkelebat menimbulkan niatan buruk. Keindahan pun hilang dari rasa
cinta sesungguhnya menjadi benci hingga mampu melumatkan asa sama
sekali. Kasih sayang menawan membakar bara permusuhan. Tidak ada hal
lain yang dipikirkan Galang, pemuda yang sedang dilanda asmara ini,
hanyalah 'ingin mendapatkan' apapun yang terjadi. Meski, hal tersebut
berupa rasa penasaran semua bala pengawalnya ia kerahkan, semua demi
kesenangan, semua diabaikan, pers****!!!
Benarkah kenangan indah baginya dan 'dia' terhapus begitu saja?
Dahulu, seperti halnya semua orang mengukir sejarah. Dimana mereka tumbuh dalam kebersamaan, saling berbagi suka dan duka. Namun, seiring kedewasaan tumbuhnya fitrah pada sesamanya. Ya!... rasa cinta!
Dahulu, seperti halnya semua orang mengukir sejarah. Dimana mereka tumbuh dalam kebersamaan, saling berbagi suka dan duka. Namun, seiring kedewasaan tumbuhnya fitrah pada sesamanya. Ya!... rasa cinta!
Pengajaran
hidup ikut menempa mereka membedakan pengertian tentang 'rasa' itu.
Galang terlalu ambisius, terbiasa dengan terpenuhinya segala keinginan.
Tak ada peluang untuk menolelir ketidakmampuan karena semua pasti
sanggup. Pantang untuk merubah keputusan, bila 'ya' harus terlaksana,
dan jika 'tidak' jelas tersingkir dari hadapan dan segera dilakukan
sesuai dengan apa yang dimaksudkannya seketika itu juga. Kekerasan
akhirnya jadi perangainya. Yang mampu bersamanya hanya yang berkeinginan
terhadap materi atau keterpaksaan menjadi budaknya... Menyedihkan!
Galang
tak memahami gadis yang menawan hatinya tengah berupaya memerdekakan
dirinya dari segala hawa nafsu yang memburu. Ia lenyapkan belenggu
'cinta' itu dengan membasuhnya dalam telaga kenikmatan 'penghambaan'
diri pada Sang Pencipta. Memberinya arti cinta yang sejati. Makna kasih
sayang yang sebenar-benarnya. Seluas jagat raya seisinya. Seindah
ciptaan yang sempurna nan menakjubkan. Hingga mampu menumbuhkan empati
’rasa’ itu terhadap sesamanya dan lingkungan sekitarnya. Bukan
kemustahilan bila ARRAHMAN ARRAKHIM menebarkan kasih sayang-NYA.
Sasikirana pun mengukuhkannnya dalam ikatan ukhuwah.
Hal
yang ingin dijalin juga oleh Alifah. Sebenarnya, sudah lama keinginan
itu muncul, semenjak ia kenal seorang Sasikirana. Dan, ia ingin
mengenalnya lebih dekat lagi. Sebelum mereka bertemu muka kembali untuk
mengikuti kajian bulanan. Toh, belum tentu juga mereka bisa bersua
lagi. Memangnya, siapa yang tahu apa yang akan terjadi nanti?
Kesempatan
itupun datang juga. Saat ia mendapatkan nomer telephon selulernya dari
catatan daftar Dialled number di ruang kerjanya. Bimbang juga, apakah
cara ini bisa dibenarkan? Bukankah ukhuwah itu tiada berkesudahan? Tak
apalah kalo sekedar memberi ‘kejutan’ dengan meneleponnya. Tak mengapa,
jika Alifah memperkenalkan nomer selulernya terlebih dahulu, tanpa
nama! Alifah sering melakukannya, bukan hanya dengan Sasikirana saja...
just, enjoy with this pleasure! Kebetulan, Sasikirana belum tau nomer
hp-nya, dan sebaris sms disiapkannya... Jenuh! kar'na tiada berbalas.
Misscall pun jadilah, yah… tidak ada tanggapan sama sekali. Ia berharap,
orang yang ia beri kejutan menyambut dengan senang! Akhirnya terbesit
keinginan menelphon langsung dan bicara dengan yang bersangkutan.
Sesuatu hal terjadi, diluar dugaannya sama sekali! Nomer hp- yang ia
tuju tersambung!
Salamnya
tak diganti! Awal sapaannya tak bersambut baik... Malah, sebuah
teriakan? Ya... kata-kata berintonasi tinggi! Alifah tak mampu
menjauhkan alat komunikasi itu dari telinganya. Tangannya terasa
bergetar, menempel di gendang pendengarannya dengan menggenggam ponsel.
Tiba-tiba saja, rahangnya mengejang, tenggorokannya terasa sakit,
wajahnya panas.
"Aku tidak akan biarkan ragaku terjamah oleh seseorang yang tidak halal bagiku!!!"
Alifah jelas mengenal suara itu. apa dia tengah mendengar sebuah drama yang sedang dimainkan? kalau benar sandiwara, mengapa Alifah jadi seperti ini?
Alifah jelas mengenal suara itu. apa dia tengah mendengar sebuah drama yang sedang dimainkan? kalau benar sandiwara, mengapa Alifah jadi seperti ini?
"Sucikah
dirimu, jika nyawamu melayang, sedang ragamu tak berdaya,
terkoyak-koyak? Apa yang bisa kau bela, Ha? Gunakan penolakanmu untuk
meronta dalam dekapanku! Karena aku suka itu!"
Astaghfirullah!
Ihh, suara laki-laki itu tak kalah lantangnya. Suara itu terdengar
menjijikkan. Berkali-kali Alifah menggelengkan kepalanya, seolah ingin
tersadar dari halusinasi, segera terbangun dari mimpi, keluar dari
angan-angan tak berarti. Mengapa hal ini bisa ia dapati? Orang-orang di
sekitarnya pun ingin tau apa yang tengah Alifah alami.
"S-A-S-I-K-I-R-A-N-A!... “
teriakan Alifah sama sekali tidak terdengar oleh yang dipanggil. Bahkan
Sasikirana tidak tau nomer hp-nya tersambung dengan nomer hp Alifah,
kenalan yang ia niatkan untuk bertemu ahad depan.
Sasikirana
terhunus pisau Galang yang digunakannya untuk menakut-nakuti. Galang
tak mengerti, benarkah pisau itu terlempar dari tangannya? Atau
disebabkan karena luapan kemarahan akibat ditolak? Sungguh, bukan
seperti ini yang Galang inginkan! Semua diluar kehendaknya.
Terlambat
sudah penyesalan! Perlahan, gadis dambaan hatinya, terkulai. Seketika
rasa takut menjalari. Tak ada niatan untuk menolong, hal yang diutamakan
dalam kepanikan saat itu adalah melarikan diri. Sebelum kepergok oleh
orang-orang kampung dari tegalan mereka, yang pulang ke rumah
masing-masing. Hal yang sama dilakukan oleh bala kurawa-nya. Untuk
beberapa saat mereka tertegun oleh ketangguhan seorang gadis yang mereka
kira sangat mudah diperdayai, ternyata mampu mempertahankan diri sampai
titik darah penghabisan sekalipun. Mereka yang ikut mengeroyok,
mematung di tempatnya berdiri, terkesima akan keteguhan hati gadis
rupawan yang lebih memilih kehormatannya terjaga itu. Rupanya, Yang Maha
Kuasa tidak mengizinkan sama sekali untuk sekedar menyentuh kulitnya.
"Ya..
ALLAH Yang Maha Pelindung, lindungi hamba dari godaan syaitan yang
terkutuk.. Ya Rakhman, Lindungi hamba dari perbuatan keji dan munkar...
LA ILLA HA ILALLAH.. Muhammadur Rasulullah..." tiada henti desis
diantara bibir Sasikirana melafalkan hingga hembusan nafas terakhirnya.
Perlahan mata seorang gadis yang penuh kepasrahan diri kepada ROBB-nya
itu menutup, tersungging senyuman mengukir hiasan pada parasnya yang
cantik... Innalillahi Wainna Ilaihi roji'uun...
“Sayang!
Pelita hati, harapan Ayah dan Bunda! Sang KHALIQ Berkuasa Memanggilmu
mendahului kami! Semoga Khusnul Khatimah yang kaudapati dan berkenan
mempertemukan kita di jannah-NYA nanti… AMIN YA ROBBAL’ALAMIN!” doa
perpisahan , tulus di sanubari untuk Sang buah hati. Andai kemarin,
Bunda tak memberi dia ijin untuk pergi, pasti semua ini tak akan
terjadi. Yang pergi takkan kembali, dan inilah taqdir ILAHI. Hati boleh
sedih, tapi mulut hanya berupaya berucap apa yang ALLAH sukai.
Tiada
lagi sapaan hangat darinya ke alam, ke sahabat serupa limpahan kasih
sayang Ayah dan Bunda pada putri semata wayang mereka. Tentang impian
yang ingin diraihnya untuk berawalan, dengan proses, dan akhiran selalu
dalam kebaikan? Lalu, bagaimana dengan akhir hidupnya yang tragis? Ah,
mana mungkin terpancar kebahagiaan pada wajah indah itu dalam tidur
panjangnya? Bahkan, aroma semerbak harum tak lekang menemaninya.
Setetes demi setetes merah merona dari bekas luka, mengalir segar,
perlahan, menghilang ke bumi dimana ia terbaring dalam kedamaian, disitu
pula ia disemayamkan dengan penuh khidmad oleh mereka yang
mengenalnya erat penuh ketaqwaan dan ketaatan pada ILLAHI ROBBI.
Rekaman
dari ponsel kedua sahabat itu menjadi bukti. Persangkaan warga
setempat mengarah pada pemuda yang selalu menjadi biang keonaran di
desa tersebut. Mungkin Galang bisa bersembunyi dari kejaran aparat
keamanan, namun ternyata tidak bisa melepaskan diri dari rasa bersalah
yang terus membayangi dalam setiap langkahnya. Ia bisa melepas persoalan
hidupnya dengan melarikan diri. Bagaimanapun, semakin jauh ia telah
berpaling malah semakin membuat dunianya terasa sempit. Mungkin, untuk
beberapa saat, Galang bisa mengelabui perbuatannya dari manusia ataupun
makhluk, Jujur, sama sekali ia tidak bisa membuat tipuan di hadapan
ALLAH. Setiap perbuatan tidak pernah luput dari pantauan Yang Maha
Melihat.
Galang
tidak tahu bagaimana cara memperbaiki diri. Mentalnya terlalu lemah
untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya. Ia terlalu phobia untuk
mengakui kesalahannya sendiri. Tak ada yang bisa diharapkan dari
kehidupannya saat timah panas Polisi melesat menembus benteng ketakutan
yang melingkupinya. Peluru yang menyerang tepat ke dada, pelipis, dan
kaki sekaligus, akhirnya melumpuhkan perlawanannya. Semua sudah melalui
prosedur pihak yang berwajib dalam upaya pengejaran terhadap pelaku
kejahatan. Tembakan peringatan tiga kali, tidak digubris, malah kabur.
Ketika hendak meringkus, buronan itu sempat melawan dengan pistol
rakitan. Tidak ada pilihan lain bagi Polisi mempertahankan diri selain
menembak mati buruannya.
Dan
Alifah tersadar, ALLAH telah memberinya peringatan atas kejahilannya.
Walaupun dengan kebiasaannya itu, ia tidak merasa merugikan siapapun.
Apa yang ia khawatirkan tidak pernah terwujud, karena DIA Berkenan
menyembunyikan tabiatnya dari orang-orang, seolah tidak memperdulikan
lagi hal remeh temeh seperti itu. Justru hal yang tidak ingin dia
ketahui lebih lanjut yaitu display name pada hp-nya Sasikirana untuk
nomer hp miliknya adalah ‘No Name’…
***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar